Senin, 30 Mei 2011

Habib Muda Seunagan dan ulama NKRI dari Tanah Rencong

Perjuangan bangsa Indonesia sejak dulu kala mulai dari merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan tidak terlepas dari peran ulama. Sebagai panutan umat, ulama mempunyai peran strategis dalam membimbing dan mengarahkan umat agar senantiasa menjalani hidup dalam koridor nilai-nilai ke-Illahi-an atau penjaga moral. Ulama juga menjadi pemimpin dalam segala aspek kehidupan atau informal leadher, termasuk dalam kehidupan politik dan kebangsaan.

 Meksi kepemimpinan ulama bersifat informal, namun pengaruhnya di masyarakat justru kadang lebih kuat daripada pemimpin formal seperti bupati/walikota, gubernur dan bahkan presiden sekalipun. Ketulusan dan keikhlasan ulama dalam membimbing dan melindungi umat menjadikannya pemimpin yang mengakar dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

 Abu Habib Muda Seunagan yang mempunyai nama asli Habib Muhammad Yeddin bin Habib Muhammad Yasin adalah sosok ulama kharismatik. Beliau seorang guru atau mursyid Thariqat Syattariah. Selain seorang ulama yang disegani, Habib yang dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama oleh Presiden B.J. Habibie ini juga seorang pejuang kemerdekaan yang mempunyai komitmen kuat dan setia demi tetap tegaknya NKRI.

 Demikian sekilas tentang profil diri Habib Muda Saunagan dalam buku yang diterbitkan oleh PT. Karya Sukses Sentosa dengan penanggung jawabnya Dra. Hj. Y. Wage SK. Dalam buku tersebut, oleh penulisnya diceritakan secara apa adanya kiprah Abu Habib Muda Seunagan dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan dan masa-masa mempertahankan kemerdekaan. Baik pada masa pendudukan tentara Jepang, maupun pada masa agresi militer I dan II oleh Belanda. Habib pernah mengirim 160 personil Lasykar Jihad dalam peperangan yang disebut Sidikalang di Tapanuli Utara yaitu pada masa agresi militer II. Lasykar Jihad merupakan pasukan yang ia bentuk yang terdiri dari murid-muridnya yang terlatih dan terpilih. Habib sendiri yang membentuk pasukan tersebut untuk menghadapi tentara Belanda..

 Suasana heroisme dan patriotisme para murid-murid Abu Habib Muda Seunagan yang tergabung dalam pasukan Lasykar Jihad saat melawan Belanda oleh penulis juga diceritakan berdasarkan sumber-sumber utamanya. Inilah yang menjadi nilai lebih dari buku ini, karena tidak hanya melulu berbicara tentang biografi seorang tokoh melainkan hampir seperti buku sejarah. Sejarah tentang pergerakan melawan bangsa kolonial yang dilakukan oleh rakyat Aceh. Didalamnya, ada berbagai macam kisah yang berlatar belakang dengan perjuangan dan pengalaman-pengalaman spiritual dan religius yang dialami oleh Abu Habib Muda Seunagan.

 Salah satu contohnya adalah cerita tentang “Hikayat Perang Sabil”. Abu menggunakan cerita “Hikayat Perang Sabil” karya seorang ulama penyair Tengku Syekh Muhammad lahir tahun 1836 M di Desa Pante Kulu Kumukiman Titeu Kecamatan Keumala Pidie. Oleh Abu, Hikayat Perang Sabil dijadikan media dakwah untuk membangkitkan semangat perang dan Jihad Fi Sabilillah melawan Belanda. Sebelum para pasukannya berangkat ke medan perang, terlebih dahulu dikisahkan tentang Hikayat Perang Sabil. Karena kewalahan melawan militansi dan perlawanan dari rakyat Aceh, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya melarang membaca, menyampaikan dan mendengarkan tentang Hikayat Perang Sabil.

 Dalam buku ini dikisahkan pula keterlibatan dan kepeloporan beliau dalam mempertahankan tetap utuhnya NKRI di Aceh. Pada masa pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mr. Ali Sastromidjojo, tepatnya tanggal 21 September 1953, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Tengku Muhammad Daud Beureuh mantan Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanag Karo dan mantan Gubernur Aceh pertama.

 Tengku Muhammad Daud Beureuh memproklamirkan bahwa Aceh adalah Negara Islam dan mengangkat senjata melawan pemerintah pusat. Sikap Daud Beureuh ini banyak mendapat tentangan dari ulama Aceh sendiri, termasuk diantaranya Abu Habib Muda Seunagan yang pada akhirnya terjadilah perang Aceh atau peristiwa berdarah.

 Abu Habib Muda Seunagan dalam rapat umum di desa Peulekung pada tanggal 17 November 1953 yang dihadiri oleh ribuan pengunjung secara tegas menyatakan menentang tindakan tersebut. Tidak hanya itu, Abu Habib Muda Seunagan juga mempelopori terbentuknya “Pagar Desa” di daerah-daerah yang menjadi basis para pendukungnya. Bersama dengan para pengikutnya, Abu Habib Muda Seunagan akan tetap setia berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia. Sebagai bentuk komitmen terhadap NKRI, Habib juga membentuk pasukan tempur yang terdiri dari para pendekar pedang yang selalu siap siaga menjalankan perintah. Sehingga, suatu ketika terjadi perlawanan antara pasukan pro NKRI pimpinnan Abu Habib Muda Seunagan dengan kelompok yang menentang NKRI.

 Itulah sepenggal hikmah tentang komitmen dan perjuanggan beliau terhadap tegaknya NKRI dari rongrongan manapun. Atas jerih payah dan ketulusan beliau pula akhirnya Abu Habib Muda Seunagan dipanggil ke Istana Negara oleh Bung Karno. Pertemuan yang akrab dan hangat tersebut laksana antara bapak dan anak yang sudah lama tidak berjumpa. Bung Karno sebagai sosok yang lebh muda dan sebagai representasi figur umara’ meminta nasehat dan masukan kepada Habib Muda Seunagan dalam merumuskan dan mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan konflik di Aceh. Abu Habib Muda Seunagan menyarankan agar dalam menyelesaikan masalah Aceh pemerintah pusat lebih menggunakan pendekatan kemanusiawan dan bukan menggunakan cara-cara kekerasan.

 Wisata Religi
Tidak sebagaimana umumnya buku-buku biografi, buku yang ditulis oleh Tengku Sammina Daud ini kalau anda baca dan selami secara runtut dari bab per bab akan membawa anda pada suasana berwisata religi/spriritual. Batin anda akan diajak beranjangsana menapaki lika-liku kehidupan dengan berbagai nasehat dan petuah-petuah religius. Terutama sekali, saat kita ikuti perjalanan Abu Habib Muda seunagan dari Aceh menuju Jakarta dan diteruskan dengan perjalanan berziarah ke makam Wali Songo mulai dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.

 Perjalanan ziarah yang dimulai dari makam Sunan Gunung Jati yang berlokasi di Cirebon Jawa Barat. Sunan Gunung Jati dari silsilahnya masih kakek dari Abu Habib Muda Seunagan. Setelah itu menuju ke Jawa Tengah untuk mengunjungi Masjid Agung Demak dan berziarah ke makam Raden Patah dan berziarah ke makam Sunan Kalijago di Kadilangu Demak. Baru dilanjutkan ke Kudus (Sunan Muria dan Sunan Kudus) dan Jawa Timur yakni Tuban, Gresik dan Surabaya. Dalam setiap kunjungan ziarah, Abu Habib Muda Seunagan terlebih dahulu menemui Juru Kunci makam.

 Tidak hanya tentang biografi tokoh atau figur, buku ini juga mengupas tentang dunia tasawuf dan tharikat mulai dari ajaran-ajarannya sampai pada jullak dan juknis dalam menjalankan tharikat atau suluk. Namun sebagai ukuran buku biografi, sumber-sumber yang digali masih terlalu sederhana baik dari sisi narasumbernya dan strategi penggalian datanya. Penulis yakin, sisi kehidupan dari seorang Habib Muda Saunagan jauh lebih kaya lagi akan hikmah untuk pelajaran bagi generasi kedepan. Namun sebagai langkah awal, buku ini cukup layak untuk diapresiasi dan dibaca bagi semua kalangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar